Pernah nggak sih kalian dengar sebuah kutipan bahwa semua
yang ada di dunia ini terus berubah? Manusia-manusia, mimpi-mimpi, bahkan
lingkungan sekitar kita. Saya masih ingat, dulu ketika mengunjungi Jakarta saat
mudik beberapa tahun silam, saya amat terpukau dengan deretan jalan-jalan
layang yang ada. Nah, kemarin saat saya berkesempatan menonton pembukaan Asian
Games 2018, mulut saya nggak berhenti menganga. Deretan gedung-gedung tinggi
pencakar langit dan kendaraan-kendaraan ramai memenuhi seluruh sudut kota.
Jakarta berubah. Setiap tahun, jumlah gedung
tinggi di Jakarta meningkat, jumlah populasi penduduk meningkat, gaya hidup
masyarakat meningkat, begitu pula
dengan jumlah kendaraan di Jakarta.
Perubahaan wajah Jakarta itu mau tidak mau memberikan
julukan lain bagi ibu kota Indonesia ini: Kota
Macet. Seringkali berita tentang kemacetan Jakarta disorot
oleh berbagai media. Dan ini sama sekali bukan dongeng belaka.
Fakta itu jelas tidak terbantahkan. Coba
berapa kali orang-orang Jakarta yang mengeluh karena mobil sama sekali nggak
bisa bergerak? Coba tanya rekan-rekan sekitar yang tinggal di ibukota, pernah
nggak sih rasanya ingin santai saja di kafe saat rush hour pulang kantor di sore hari? Hal itu demi menghindari tumpukan kendaraan yang berjubel
di jalanan. Alhasil, pulang malam dijadikan sebuah solusi.
Padahal, untuk mengatasi penyakit kronis Jakarta bernama ‘Macet’,
pemerintah sudah mengeluarkan banyak peraturan lalu lintas. Sebut saja ganjil
genap. Infrastruktur penunjang pun terus dibangun. Jalan-jalan dibenahi,
ketersediaan transportasi umum terus ditingkatkan. Namun, Jakarta masih sama.
Macet di mana-mana.
IMHO, hal ini disebabkan oleh pola hidup masyarakat yang
belum dapat mendukung solusi-solusi yang dikeluarkan pemerintah. Ibaratnya,
pemerintah dan masyarakatnya belum satu visi untuk mengatasi kemacetan. Selama
ini, pemerintah terus berbenah dan menjamin ketersediaan transportasi agar
masyarakat sadar bahwa naik transportasi umum merupakan solusi. Transportasi uum dinilai sebagai upaya yang paling
efektif untuk mengatasi keganasan jalanan Jakarta. Akan tetapi, hal ini
nampaknya belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Masih
saja ada oknum yang susah diliterasi. Susah bilangin. Saat disarankan naik
transportasi umum, malah naik transportasi pribadi. Berbagai alasan pun dibuat. Buru-buru, takut lama, dan
yang paling sering: transportasi Jakarta yang tidak berubah. Menakutkan,
ugal-ugalan, dan suka seenaknya. Padahal, sama seperti Jakarta, transportasi
umumnya pun telah berubah, loh!
Jika kalian pengguna transportasi umum sejak lama,
pasti paham betul bagaimana kondisi transportasi umum sekitar 5-10 tahun yang
lalu. Atau bahkan 20 tahun lalu. Saat itu naik transportasi memang perlu
memiliki skill khusus. Seperti harus
kuat mengetuk kaca bus, kuat mengetuk plafon oplet (angkot), paham dengan
bahasa kenek di terminal hingga skill
turun bus dengan kaki kiri. Mungkin beberapa kemampuan itu masih relevan hingga
hari ini, namun dengan perkembangan moda transportasi kita memiliki alternatif
untuk naik transportasi tanpa perlu mengeluarkan kemampuan khusus tadi. Tak jarang, kemampuan-kemampuan itu malah jadi petaka.
Dan sekarang, pemerintah berbenah
dan transportasi umum semakin beraneka rupa. Tengok saja Transjakarta. Alternatif transportasi umum ini memiliki rute
sudah jelas, petugas memiliki papan yang bertuliskan tujuan, meneriakkan tujuan
sesuai apa yang tertulis, dan percayalah kalian tidak perlu melompat jika ingin
turun. Bus-bus yang disediakan saat ini pun seperti Royal Trans yang dikelola
oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sudah dilengkapi AC,
colokan untuk charging HP dan tempat
duduk yang empuk agar pengguna transportasi umum menjadi nyaman. Bahkan ada beberapa unit yang
dilengkapi wi-fi. Kenyamanan-kenyamanan itu semata-mata demi mendorong
banyak orang untuk naik transportasi umum.
Salah Satu Bus Transjakarta. Terlihat nyaman, kan? (Pic: deddyhuang) |
Seperti Jakarta, wajah transportasi umum ibukota sekarang telah berbeda.
Cobain dulu aja. Kalau
kalian adalah pengguna transportasi zaman dulu dan punya trauma naik
transportasi umum, percayalah kalian wajib mencoba transportasi umum saat ini. Seperti
yang saya bilang di awal tulisan ini, segalanya terus berkembang, dan berubah
lebih baik. Semakin banyak yang naik transportasi umum, maka semakin sedikit
pengguna transportasi pribadi dan jalanan jadi tidak macet lagi. Sekarang, solusi sudah diberi. Tinggal kita yang ingin
ikut dalam pola hidup yang baik atau tidak. Dengan naik transportasi umum, kita
turut andil untuk mengobati Jakarta dari pernyakit kronisnya. Karena bukankah
Jakarta milik kita bersama?
Panas! Jakarta itu panas dan ke halte busway juga mesti jalan kaki #PemalasAkut makanya Bim, orang pada banyak pake Ojol juga sekarang. ahhh andai langit-langit Jakarta kayak di tutupi apa gitu biar rindang ya wkkwkw
BalasHapusHahaha semoga semakin banyak dan ramah ya transportasi busnya. Coba aja dan #AyoNaikBus!
Hapus