Gaung Asian Games sudah tersebar di segala penjuru Asia. Di
Indonesia yang jadi tuan rumah, semua sudah dipersiapkan. Tapi, bagi saya yang
memang tidak terlalu mengikuti olahraga, saya skeptis dengan gelaran ini. Meski
saya tinggal di Palembang, saya sama sekali tidak memiliki hasrat untuk
menonton satu pertandingan pun. Namun semua berubah karena saya berkesempatan
untuk menghadiri pembukaan Asian Games 2018 di Gelora Bung Karno, Jakarta
kemarin. Semangat yang menggelora dengan tajuk Energi Asia sukses merasuki diri
saya.
Jadi, sekembalinya saya ke Palembang, saya pun langsung
mengatur jadwal. Tujuan saya sederhana: menonton apapun pertandingan yang ada
di Jakabaring Sport City, Palembang minimal satu kali. Dan kesempatan itu hadir
hari ini.
Pagi-pagi sekali saya sudah bersiap untuk pergi. Dengan
perlengkapan tempur seperti kamera, baju #DukungBersama yang diberi saat
Writingthon kemarin, dan uang untuk membeli tiket pertandingan, saya pun
bersiap meluncur ke venue. Namun, karena ada pekerjaan mendadak, saya akhirnya
baru pergi menjelang siang. Saya sudah janjian dengan teman saya, Ara untuk
menonton pertandingan takraw.
Sepanjang perjalanan, ponsel saya terus berbunyi. Ara
mengabarkan kalau ia lupa membawa uang sementara loket penjualan tiket sudah
mau tutup karena tiket sudah hampir habis. Saya pun memacu motor saya semakin
cepat ke Jakabaring Sport City. Jarak yang kurang lebih 15 km saya tempuh
secepat kilat yang saya bisa. Akan tetapi, setelah sampai di sana, loket tutup.
Kami kehabisan tiket. Coba kalau punya uang banyak, ya bisa nonton tanpa batas. :(
Tidak ingin bersedih hati, saya dan Ara pun berencana untuk
mengelilingi kawasan olahraga terbesar di Asia Tenggara ini. Di depan gerbang,
terdapat area keamanan bagi para pengunjung untuk dipindai dan dicek barang
bawaannya. Tentu semua barang yang dilarang seperti alkohol, barang tajam,
bahkan parfum pun tidak boleh dibawa masuk ke dalam kawasan ini. Setelah
melewati tahapan ini, kita diharuskan jalan menuju Stadion Gelora Sriwijaya. Di
pertengahan lajur, terdapat area bagi para pengunjung yang ingin menaiki bus ke
venue-venue pertandingan. Memang, kawasan JSC ini sudah ditetapkan sebagai
kawasan tanpa kendaraan bermotor. Jadi, akses utama para pengunjung yang ingin
pindah-pindah yaitu dengan menaiki bus.
Pembuka Kawasan Jakabaring Sport Cty (dok. pribadi) |
Karena santai nggak kebagian tiket, saya dan Ara
lebih memilih berjalan kaki saja. Hitung-hitung menikmati suasana olahraga yang
ada di sini. Benar saja, kawasan ini sangat penuh dengan pengunjung. Di depan
saja, di bagian countdown clock, banyak orang-orang dari beragam latar belakang
ber-swafoto ria. Masuk ke dalam, kita akan menemui Superstore asian Games. Di
sini menjual banyak sekali merchandise resmi Asian Games 2018. Saat masuk ke
dalam sini, bukan hanya pengunjung dari Indonesia, atlet-atlet pun memborong
beragam barang ,ulai dari boneka, baju, tas, gantungan kunci, topi, bahkan...
minuman.
Foto di depannya saja, ya, Ra! (dok. pribadi) |
Setelah puas berkeliling tapi tidak membeli, kami pun
menuju ke halaman depan Stadion Gelora Sriwijaya. Beberapa merchant sponsor
membuka booth di sini.
“Perasaan ada festival di sini, Ra!” saya berkata pada Ara.
Memang, beberapa hari terakhir banyak hal tentang festival di JSC yang saya
lihat dari media sosial saya. Setelah bertanya-tanya dan disempatkan
berfoto-foto ria di maskot Asian Games, akhirnya kami menemukan tempat
festival. Namun sayangnya, karena siang hari, belum banyak acara yang digelar
di sana. Dengan rasa kecewa, kami pun memutuskan untuk pulang.
Bendera negara-negara Asia yang menyambut siapa saja. (dok. pribadi) |
Ornamen khas Asian Games yang berada di sudut-sudut JSC. (dok. pribadi) |
Booth yang membuka banyak barang di area festival. (dok. pribadi) |
Anak-anak sekolah yang berfoto dengan maskot. (dok. pribadi) |
Beruntungnya kami, loket tiket untuk sepak takraw putri kembali dibuka. Saya, Ara, dan satu teman saya yang datang belakangan, Kak Desi langsung membeli tiket. Dengan harga Rp 50.000,- tiga tiket sudah berada di tangan. Untungnya Indonesia main! Waktu yang cukup banyak sampai pertandingan selanjutnya pun kami manfaatkan untuk mengisi persediaan tenaga terlebih dahulu. Dan di pertengahan waktu itu, teman saya Tri pun memutuskan untuk ikut. Jadilah, Kak Desi dan Ara duluan menuju venue sementara saya menunggu Tri untuk barengan ke sana.
Setelah susah payah tiket ini berada jyga di tangan. |
Setelah kurang lebih pukul empat sore, Tri pun akhirnya
datang. Dari rumah, ia menggunakan Transmusi. Memang, untuk gelaran ini, pemerintah kota Palembang menyediakan Transmusi agar masyarakat dapat menjangkau JSC dengan mudah.
Bergegas kami menaiki bus untuk membawa kami ke venue. Di pesan singkat, Ara sudah bilang bahwa Indonesia sudah main. Dan hanya pertandingan itu yang tersisa. Tidak ada lagi yang lainnya. Jadi, jika kami telat maka kesempatan buat menonton itu hangus begitu saja.
Bergegas kami menaiki bus untuk membawa kami ke venue. Di pesan singkat, Ara sudah bilang bahwa Indonesia sudah main. Dan hanya pertandingan itu yang tersisa. Tidak ada lagi yang lainnya. Jadi, jika kami telat maka kesempatan buat menonton itu hangus begitu saja.
Sesampainya di venue, kami langsung menuju ke panitia, scan barcode
yang ada di tiket dan masuk ke gedung sepak takraw. Belum apa-apa saya sudah
bisa merasakan hawa yang berbeda. Sekujur tubuh saya merinding. Bukan, bukan
karena mesin pendingin yang ada. Namun saya dapat mendengar dengan jelas
teriakan INDONESIA, INDONESIA yang tanpa henti bergema.
Tanpa basa-basi saya mempercepat langkah. Saat masuk ke
tempat pertandingan, mata saya terbuka lebar. Banyak sekali orang yang tumpah
di sini. Beragam latar belakang mulai dari anak kecil hingga orang lanjut usia
duduk tegang dengan mata yang tak henti-hentinya memandang lapangan
pertandingan ke dua: Indonesia vs Myanmar. Saya pun bersama Tri langsung duduk.
Untungnya saya tidak ketinggalan banyak. Pertandingan Indonesia masih berada di
paruh pertandingan pertama.
Bulu kuduk saya kembali meremang. Saya ikut euforia bersama
ratusan orang yang ada di sini. Selama ini, saya hanya bisa menyaksikan
orang-orang berteriak menyebut negaranya saat pertandingan di televisi. Kadang
saya tidak mengerti kenapa mereka melakukan itu. Namun sekarang saya tahu:
semangat itu menular. Rasa bahagia, bangga, dan excited dalam menonton pertandingan bisa dirasakan walau kau tidak
ingin saat menonton. Mau tak mau, rasa bangga terhadap negaramu membuncah dan
kau meneriakkan negaramu begitu saja. Hal ini yang saya rasakan ketika berada
di sana kurang lebih empat puluh menit pertandingan. Meski sebentar, energi itu
menjalar ke seluruh tubuh saya.
Fokus menonton pertandingan. (dok. pribadi) |
Poin-poin kritis Indonesia. (dok. pribadi) |
Para atlet sepak takraw putri yang bersiap menerima serangan. (dok. pribadi) |
Pertandingan hari itu ditutup dengan kemenangan Indonesia
atas Laos. Saat lemparan takraw terakhir, semua menahan napas. Dan saat terjadi
poin, kami semua lantas berdiri, memberi tepuk tangan, memberi selamat kepada
para atlet Indonesia yang bertanding hari ini.
Pose setelah menang. (dok. pribadi) |
Selepas senang dan bangga menonton pertandingan, kami memutuskan untuk santai sejenak di area festival. Banyak acara yang sudah dimulai. Ada yang menyanyi, menari, bahkan melucu. Dan lagi-lagi, semua orang berkumpul. Senyum-senyum cerah terukir di wajah mereka. Lama kami berada di sini hingga malam kami memutuskan untuk pulang.
Menari bersama Atung di zona festival. (dok. pribadi) |
Semua tumpah ruah termasuk anak kecil. (dok. pribadi) |
HANYA ITU~ TITIK ITU~ (dok. pribadi) |
Makin malam zona festival makin rame. |
Bagi saya, ini adalah pengalaman yang tidak terlupakan. Saya menjadi bagian dari sejarah even olahraga terbesar di Asia. Dapat melihat langsung dan merasakan semua hal di Jakabaring membuat saya sadar: saya cinta Indonesia. Namun terkadang saya lupa bahwa saya secinta itu dengan Indonesia. Semangat hari ini akan terus saya pegang untuk kehidupan saya setelahnya.
Terima kasih Energi of Asia!
Tidak ada komentar
Posting Komentar