Sewaktu
kecil, ada satu kegiatan yang Ayah saya lakukan tanpa luput tiap minggu:
mengajak saya bermain (menonton) pertandingan bulutangkis. Saya masih ingat,
tiap senin, rabu, dan kadang-kadang minggu, Beliau akan bersiap selepas magrib,
mengenakan celana pendek olahraga beserta kaus berwarna senada sembari sesekali
mengecek raket-raket dari dalam tasnya. Bila telah selesai, Beliau akan
mengenakan sepatu olahraga berwarna cerah yang usang lalu memanggil saya dengan
suara lantang untuk ikut pergi ke balai desa terdekat. Saat telah sampai, tanpa
membuang banyak waktu, Beliau langsung bermain bersama teman-temannya, membiarkan
saya yang kadang juga bermain bersama anak-anak lain yang bernasib serupa.
Kegiatan ini berlangsung bertahun-tahun lamanya hingga pada satu ketika, kaki
Beliau mengalami cedera dan mengharuskannya ‘gantung raket’.
Bergaya dengan raket kesayangan (dok. pribadi)
Patah
hati? Tentu. Bagaimana sih rasanya kebiasaan yang biasa kita lakukan
bertahun-tahun tiba-tiba hilang sirna begitu saja?
Namun,
kecintaannya terhadap bulutangkis tak berhenti begitu saja. Saat musim
pertandingan tiba, seolah ritual, Beliau akan duduk anteng di depan televisi
sembari menyeruput teh manis. Ia tidak segan mengomentari semua pemain yang
bertanding di lapangan. Terkadang, celetukan-celetukan yang lucu ditimpali
dengan nada yang serius membuat ekspresinya bak arah angin yang sulit ditebak.
Dan ketika ditanya apa yang amat ia sukai dari dunia bulutangkis, ia terdiam.
Paling banter, ia akan menjawab, “Apa butuh alasan untuk mencintai sesuatu?”
Ya.
Apa butuh alasan mencintai sesuatu?
Hal
itulah yang menjadi pakem saya ketika menulis. Saya menyukai dunia tulis
menulis karena dunia ini membuat saya nyaman untuk mengungkapkan apa saja yang
ingin saya sampaikan. Dengan menulis, saya bisa menumpahkan semua isi kepala
saya—apapun bentuknya— menjadi sebuah karya –bagaimanapun buruknya—. Bagi saya,
menulis adalah sebuah terapi untuk mengenal diri saya sendiri. Tantangan demi
tantangan menulis membuka saya terhadap pemikiran-pemikiran baru, isi-isi
kepala baru. Dan itu membuat saya ‘hidup’.
Begitu
pun dengan tantangan menulis kali ini. Writingthon Asian Games 2018 adalah
sebuah acara menulis maraton dalam waktu yang amat singkat. Dan sesuai namanya,
kali ini, tema yang diusung mengenai pesta akbar empat tahunan Asia: Asian
Games 2018. Ketika Bitread dan Kemenkominfo mengumumkan perlombaan ini, saya
sudah amat tertarik. Apalagi kenyataan bahwa saya pernah mengikuti writingthon
pertama di Puspiptek Tangerang tahun lalu, otomatis bikin saya ketagihan. Bisa
dibilang, ini adalah perlombaan menulis paling niat yang pernah saya lakukan.
Di tengah tekanan tugas akhir kesibukan yang ada, saya menyempatkan
untuk melakukan riset. Meski Palembang merupakan kota pendamping
penyelenggaraan Asian Games, tantangan menulisnya pun tidak mudah. Saya
diharuskan mencari sudut pandang lain untuk menceritakan kesiapan kota
Palembang. Dan usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Nama saya tertulis
menjadi salah satu perwakilan provinsi Sumatera Selatan.
Senang?
Tentu. Bagaimana sih rasanya jadi bagian dari salah satu pesta olahraga yang
mungkin dapat disaksikan hanya sekali seumur hidup?
Saat
hari keberangkatan tiba pun saya masih tidak menyangka. Pagi-pagi, saya
langsung berkemas. Pesawat saya berangkat pukul 09.40 menit. Di sana, saya
sudah berjanji dengan Ria, peserta kategori pelajar dari Sumatera Selatan untuk
berangkat bersama. Pukul 08. 00, saya sudah berangkat dari rumah menuju
bandara. Sepanjang perjalanan saya bisa katakan bahwa Palembang memang
benar-benar telah berhasil mengubah wajahnya. Hal yang paling mencolok adalah
poster-poster artistik khas Asian Games 2018 yang mengisi ruang-ruang di tiang
LRT. Di atasnya, jalur kereta api ringan itu berdiri kokoh. Hal ini membuat
kesan Palembang memang siap, dan benar-benar siap untuk gelaran pesta olahraga
ini.
Hiasan grafis di tiang LRT. (dok. pribadi)
Stasiun LRT yang dihias sesuai tema Asian Games (dok. pribadi)
Menjelang
masuk bandara, ornamen topi tanjak, pakaian khas Palembang menyambut saya di
pintu masuk bandara. Di bandara pun, semakin banyak ornamen khas Asian Games
dan Palembang bertebaran. Ada songket yang menggantung di tangga eskalator,
ucapan selamat datang di papan dengan pakaian adat Palembang, bahkan kehadiran
Bhin Bhin, Atung, dan Kaka sukses menarik pengunjung untuk berfoto.
Tanjak sebagai monumen selamat datang di Palembang (dok. pribadi).
Hiasan ornamen songket di eskalator (dok. pribadi).
Bhin Bhin, Atung, dan Kaka siap menyambut para atlet dan wisatawan. (dok. pribadi)
Flyer yang membuat Asian Games semakin semarak. (dok. pribadi)
Ucapan selamat datang dengan grafis khas Palembang. (dok. pribadi)
Belida terbang, endemik khas Palembang jadi hiasan unik stasiun LRT bandara. (dok. pribadi)
Setelah
puas mengambil gambar, saya dan Ria pun langsung menuju counter Garuda Indonesia untuk check
in. Di sepanjang jalan menuju ruang tunggu pun, masih ada hiasan khas
Palembang yang sukses jadi objek foto.Dan
tepat seperti waktu yang tertera di tiket, kami akhirnya terbang menuju
Jakarta.
Uang pecahan Rp 10.000 rupiah yaitu Sultan Mahmud Badaruddin II jadi objek foto pengunjung. (dok. pribadi)
Setelah
kurang lebih satu jam, saya dan Ria akhirnya mendarat di terminal 3 bandara
Soekarno Hatta. Darah saya pun berdesir karena gugup sekaligus gembira.
Akhirnya saya benar-benar dapat menjadi bagian dari Writingthon Asian Games 2018
ini. Ketika keluar dari gerbang kedatangan, saya dan Ria sudah disambut oleh
peserta Writingthon lain yang telah menunggu asal Lampung. Sepanjang waktu
menanti jemputan tiba, kami berbincang sekaligus berkenalan. Sangat senang
rasanya menemui teman-teman baru dengan semangat yang sama. Bukankah semangat
itu memang menular?
Demam Asian Games juga ada di pesawat (dok. pribadi)
Teman-teman baru yang punya semangat baru. (dok. pribadi)
Pukul
dua siang, jemputan pun akhirnya tiba. Semua yang telah datang di kloter
pertama duluan naik menuju bis. Sepanjang perjalanan menuju hotel pun, banyak banner-banner Asian Games untuk menyemarakkan. Celetukan dari peserta terdengar makin menambah keakraban. Kecanggungan pun perlahan sirna. Capek yang
saya rasakan seharian mendadak sirna. Di kesempatan ini pun, saya menyempatkan
waktu untuk mengedit video untuk tantangan Writingthon. Saat sampai dan mendapat
kunci kamar pun, saya masih menyempatkan mengedit hingga waktu registrasi dan
makan tiba.
Menyambut para penumpang yang ingin mengambil bagasi. (dok. pribadi)
Baliho Asian Games yang terlihat di Jakarta
Ada
satu lagi alasan yang membuat saya amat menantikan kegiatan ini: bertemu dangan
teman-teman yang pernah (dan belum) saya pernah temui sebelumnya. Ada Anastasye
yang sudah menjadi teman daring selama kurang lebih tujuh tahun tanpa pernah
bertemu sebelumnya dan Mbak Nunik Utami, alumni Writingthon pertama yang juga
kembali mengikuti kegiatan ini. Jadi, saat bertemu mereka, saya merasa sudah
beruntung bahwa saya mempunyai teman-teman yang hebat.
Kapan lagi dikelilingi dua wanita hebat? (dok. pribadi)
Acara
Writingthon sendiri baru dimulai selepas makan malam. Dimulai dengan perkenalan
peserta yang ternyata.... memang benar dari Sabang sampai Merauke, hingga kata
sambutan dari Pak Ardi, wakil ketua kampanye Asian Games 2018 dari
Kemenkominfo. Beliau memberikan dorongan semangat untuk terus menggelorakan
semangat Asian Games ke seluruh Indonesia dan Dunia. Ini adalah cara kita untuk
bangga terhadap Indonesia. Kita menggunakan bakat kita dalam hal menulis untuk
terus berkarya agar menjadi bagian dari sejarah. Kata-kata itu menohok jantung
saya. Benar, setidaknya kita harus ikut menyemarakkan bukan?
"Writingthon adalah bentuk fisik kebanggan atas Indonesia" - Pak Ardi (dok. pribadi)
Selanjutnya,
Mbak Anita mengambil peran. Teknis pelaksanaan tantangan Writingthon pun
diberitahukan kepada peserta. Mas Luthfi pun memberi tantangan untuk membuat
kerangka karangan. Dan kegiatan malam ini ditutup dengan permainan agar mengakrabkan
kembali para peserta. Meskipun ada agenda lain yang tidak terlaksana—bertemu Susi
Susanti sang legenda bulutangkis yang jadi salah satu pemain favorit Ayah saya,
namun saya cukup puas.
Mbak Anita memberi penjelasan. (dok. pribadi)
Peserta yang memperkenalkan diri. (dok. pribadi)
Writingthon
bagi saya adalah sekolah. Untuk kembali belajar. Untuk kembali ujian. Hingga
saya siap untuk naik kelas ke tantangan-tantangan selanjutnya. Semoga hari
besok makin menyenangkan!
Yang selanjutnya..... boleh? (dok. pribadi)
P.S
Saya sangat menantikannya. :)
P.S.S
Kegiatan hari ini bisa juga dilihat di video youtube saya di bawah ini. Selamat
menikmati.
Keren mas brow, dari catatan- catatan kecil inilah salah satu langkah inspirasi dan bisa memotivasi energi positif ... Dari Palembang mendunia ...BISA!!
Yes, cukup cintai. Semangat Bimo...
BalasHapusWah keren sekali dan sangat memotivasi, trimakasih saudara bimo :)
BalasHapusWow melihat kesiapan Palembang tidak diragukan lagi Asian Games pasti sukses
BalasHapusAsekk jepret pake kamera baru..
BalasHapusAku pengen ikutan acara ini :( tapi dak terpilih hiks..
Seru banget! Serap ilmu yang banyak ya Bim, ntar bisa dishare ke kawan-kawan yang ada di Palembang.
BalasHapusOmnduut.com
Aku baca ini jadi kepingin juga ikut writingthon, huhu
BalasHapusKayaknya seru ya.
BalasHapusAku ingin ikutan kemarin, tapi.. :(
Btw, baca tulisan kk jadi kangen palembang pengen ke sana lagi
Palembang jadi top
BalasHapuswah, keren nih, keren 😍😍
BalasHapusBaco tulisan ini, pasti seru nian yo, Bim.
BalasHapusEniwei, foto terakhir itu? #Pipi
Tuuhh kan, jadi pengen ikutan writingthon juga. 😆😀
BalasHapusBetul, Bim .
BalasHapusGa perlu alasan buat suka. Lanjutkan aja. Hehee...
Kece Bimo. I'm proud of you, Bro. Semangat ya...
goodluck bims! AYOK nntn bulutangkis minggu hehe
BalasHapusSukses ya om�� semoga ilmunya bisa ditulerin ketemen2 lain��
BalasHapuskeren. semoga olahraga dan Palembang jadi berkembang pesat. salam dari dusun
BalasHapusKeren mas brow, dari catatan- catatan kecil inilah salah satu langkah inspirasi dan bisa memotivasi energi positif ... Dari Palembang mendunia ...BISA!!
BalasHapusFr.ekobepe@ yahoo.com
HapusPalembang siap menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
BalasHapus��������������
Percayo bae samo bimo nih.. wkwkw.. semangat bim... Kasih tulisan the bestnyo ye....
BalasHapusGood Luck, bim!
BalasHapusmantap bim 👍🏻👍🏻👍🏻
BalasHapus