Sedari dulu, saya
selalu pengin pergi jalan-jalan. Sebagai anak kota yang sampai gede masih ‘dipingit’,
keinginan itu terus-terusan terpendam di dasar hati yang paling dalam, nggak
berani dikeluarkan. Bagi saya, jalan-jalan akan jadi salah satu lifetime buckit list yang saya sendiri nggak yakin bakal tercentang (v) atau
nggak.
Rupanya, keinginan itu
terwujud lebih cepat dari yang bisa saya bayangkan.
Bermula dari iklan di
televisi tentang promo terbang gratis Air Asia tahun lalu, saya akhirnya berangkat
ke negeri bertajuk Truly Asia pada tanggal 13 Juli 2017 kemarin! Modalnya apa?
Nekat. Ya, perjalanan ini hanya bermodal nekat. Hahaha! Kenapa? Karena saya dan
satu teman saya sama-sama baru pertama kali ke luar negeri (bahkan dia baru
pertama kali naik pesawat! :p). Meskipun sudah buat jadwal penuh, ditambah
baca-baca seluk-beluk negara Malaysia, dan tanya-tanya, namun rasa takut itu
masih ada. Bahkan, saat menuju bandara, terbesit keinginan untuk batal pergi,
mengikuti jejak salah satu teman saya yang juga batal ikut. Tapi, teman saya,
Aan, meyakinkan bahwa semuanya baik-baik saja. Dan ternyata memang demikian.
Pesawat dari PLM boarding pukul 07.50 pagi, setelah di-reschedule satu jam lebih awal. Dan kami
berangkat dari rumah pukul setengah tujuh pagi. Karena masih awam (biasanya
hanya terbang domestik) mau nggak mau kami memilih pergi lebih cepat walau
sudah melakukan check in awalnya. Dan
benar saja, kami sempat kebingungan mencari boarding
room penerbangan internasional. Belum lagi bayangan akan imigrasi yang saya
baca cukup menakutkan. Untunglah, selagi menunggu proses imigrasi, kami sempat
berbincang dengan seorang ibu yang mengajak anaknya ke KL. Kami dijelaskan
banyak sekali mengenai proses sampai keluar bandara KLIA2 nanti.
Setelah melalui
imigrasi dan menunggu, tibalah saat boarding!
Jantung saya berdegup kencang. Berbagai pikiran bergelayut. Bagaimana kalau
salah di imigrasi? Bagaimana kalau tersasar? Bagaimana kalau hostelnya nggak
ter-booking dan malah jadi TKI? Akan
tetapi, seperti kata pepatah, let bygones
be bygones not baygon. Oke, ini nggak lucu. Dan pada akhirnya, saya
menenangkan diri dan percaya dengan persiapan yang saya punya. Hahaha!
MALAYSIAA!!! AAAK! |
Perjalanan dari PLM-KL
memakan waktu satu jam tiga puluh menit. Jika ditambah dengan perbedaan waktu
sejam, maka kami mendarat pukul sepuluh lebih. Satu hal yang pertama kali
terlintas ketika menginjakkan kaki ke KLIA2: INI MAL ATAU BANDARA??? Banyak
sekali gerai di dalam mal (ulangi: di dalam bandara) yang menyerupai mal di
Palembang. Bahkan kukira lebih besar dari semua mal di Palembang. :”) Mulai
dari gerai makanan hingga gerai barang bermerk semua ada. Hal inilah yang juga
menyebabkan kami sedikit kebingungan karena dari terminal kedatangan ke
imigrasi itu jauhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.
Selfie dulu. |
Perjalanan jauh, kawan! |
Dan lagi-lagi, kami hanya bisa seperti
anak ayam, mengikuti orang-orang di depan kami karena kami masih belum berani
bertanya. :”D
Setelah berjalan lebih
kurang lima belas menit, akhirnya kami tiba di rintangan pertama: imigrasi
Malaysia.
Imigrasi Malaysia* |
Antriannya nggak sepanjang yang saya bayangkan dari baca pengalaman
orang-orang di blog/FB. Tapi, tetap saja bikin gugup. Satu per satu mulai
dipanggil ke depan. Saya lihat ada yang cepat, ada yang lama. Dan terakhir,
satu orang sebelum saya dibawa oleh petugas ke ruangan imigrasi. Deg! Hingga
tiba giliran saya, akhirnya saya maju ke depan lalu menyerahkan paspor saya.
“Bimo Rafandha?”
“Ya,” saya menjawab
gugup.
“Tengok kamera.”
Saya menuruti.
“Sidik jari.”
Saya menempelkan kedua
telunjuk saya di mesin scanning.
“Liburan?”
“Ya.”
“Kapan balik?”
“Minggu.”
Dia menatap mata saya.
“A—ahad kalau di sini.
Sunday.”
Dan puk. Terdengar bunyi cap di paspor saya.
“Enjoy Malaysia.”
Selesai.
Saya sama sekali nggak
menyangka kalau secepat itu prosesnya. Pun dengan teman saya. Kami sempat
bengong sebelum lanjut menuju ke terminal bus di KLIA2. Kami memang berencana
menaiki bus untuk sampai ke KL Sentral, sebelum lanjut ke hostel yang saya
pesan.
Sepanjang perjalanan
menuju terminal, kami ditawari berbagai macam SIM Card lokal. Tapi, beberapa
hari sebelumnya, saya sempat membaca di salah satu postingan grup FB Backpacker
International bahwa beli di bandara itu lumayan mahal. Rata-rata 30 RM untuk 3
GB. Salah satu anggotanya menyarankan beli di luar, di kedai minimarket seperti
SEVEL atau lainnya. Dan ini pun yang akhirnya saya turuti. Kami mengandalkan
wifi bandara dan catatan yang sudah saya buat sebelumnya.
Terminal bus ternyata
berada cukup jauh dari imigrasi. Kami pun turun ke lantai satu. Tak lupa kami
mengambil peta kereta dan bus Kuala Lumpur (atas saran kakak-kakak dari
NBCPalembang).
PENTING SEKALI! DIJAMIN! |
Kami memesan bus AeroSKY seharga 10 RM ke KL Sentral. Mulanya
waktu yang tertulis di tiket kami adalah pukul 12.00. Tapi, di sinilah Aan
mulai ‘bekerja’.
Saat di terminal bus,
ia menghampiri kenek bus yang sedang
menunggu,
“Bus? Sekarang? Benar?”
tanya Aan. Pakai bahasa Palembang. Ya, Palembang.
“Naik. Naik.”
Saya bengong. Sempat
ada ragu di diri saya dan saya bilang ke Aan, “Tiketnya jam 12. Kok naik
sekarang?” ujar saya sambil melihat jam di ponsel 11.40.
“Tapi disuruh masuk.
Ayo.”
Dengan ragu, saya dan
Aan masuk ke dalam bus. Hanya tersisa bangku bagian depan saja dan kami duduk
berdua di sana. Tak lama, pintu langsung di tutup, dan kami melaju...
Sepanjang perjalanan
yang memakan waktu satu jam lebih itu, saya tertidur.
*
[1]
Tiket
Pesawat PLM – KL PP (Beli Juni 2016) :
Rp 250.000
Bus
KLIA2 – KL Sentral : RM 30
1
RM = +- RP 3.200,-
*saya nggak tahu bolehkah ambil gambar di imigrasi ini. kalau sekiranya nggak boleh, saya siap hapus. :D
muahahaa selamat bim, pecah telurrrr
BalasHapusWkwkw Iya, Ak. Malah bikin nagih ye, Hahha
BalasHapus