Setelah enak-enakan
tidur di dalam bus, akhirnya kami sampai di KL Sentral. Pertama turun dari bus,
kami berada di semacam tempat parkir. Karena sama sekali nggak tahu arah, jurus
paling ampuh: ikutin semua orang yang juga turun. Setelah celingukan, akhirnya
kami memutuskan untuk mengikuti sepasang bule
yang tampaknya udah tahu harus ke mana. Kami menaiki eskalator buat ke lantai
atas dan akhirnya..... ini apa?
Saya tahu apa itu KL
Sentral, tapi nggak menyangka sebesar ini. Setelah dibikin ternganga dengan
KLIA2, KL Sentral juga nggak kalah buat takjub. Emang ya, harus sering melihat
dunia luar buat tahu bahwa dunia kita sendiri nggak ada apa-apanya. Haha!
Menurut catatan saya,
hostel yang udah saya pesan berada di kawasan pasar seni, tepatnya di Katsuri
Walk. Saya pun telah mencatat how to get
there, bermodal baca-baca referensi dan satu aplikasi bernama Moovit (INI
SANGAT MEMBANTU!). Kami diharuskan naik LRT ke Pasar Seni melalui laluan Kelana
Jaya. Oke. Tapi, masalah baru muncul: kami sama sekali nggak tahu cara naik
LRT!
Saya melihat ada tulisan
Kelana Jaya Line di sebelah kiri, dan itu sesuai dengan apa yang saya tulis.
Dengan pelan, kami memutuskan untuk ke sana. Di sebelah kiri, tampak orang
mengantri di semacam vending machine. Mesin
itu mengeluarkan semacam koin plastik. Lama kami menatap dan mengamati.
Akhirnya kami memberanikan diri.
Kelana Jaya Line. Klik.
Muncul nama-nama yang
mungkin saya pikir nama stasiun. Dengan mantap, kami memilih Pasar Seni yang
ternyata hanya satu stasiun dari KL Sentral. Klik.
Ada tulisan jumlah yang
harus kami bayar. Melihat orang di sebelah, kami pun memasukkan uang.
Kling.
Kling.
Koin berwarna biru
keluar dari bawah.
Tahu nggak rasanya
seluruh dunia kayak berada di dalam genggaman? Begitulah saya. We did it!!!!!!! *insert we are the champion song here~*
Setelah drama dengan vending machine, kami akhirnya selamat
menuju peron. Tak lama, kereta kami datang. Saat itu memang penuh sesak.
Setelah masuk, kami benar-benar mendengar pengumuman dari pengeras suara. Satu
stasiun, kami pun keluar.
"Itu tandanya!" |
Di Pasar Seni, saya mulai merasa takut kalau hostel yang saya pesan jauh hari tidak ‘menerima’ kami. Maklum, hostel itu kami pesan hanya melalui aplikasi booking,com dan tanpa uang muka. Takutnya ternyata dapat dibatalkan. Meski saya ada Plan B, tapi, saya sangat suka hostel ini. Setelah berjalan sebentar, akhirnya gedung Central Market dan Tanda Katsuri Walk terlihat. Dan itu artinya, sebentar lagi sampai di hostel.
Diambil di hari kedua, sih. |
Dari kejauhan, saya
bisa melihat tanda hostel tersebut. MARQUEE GUEST HOUZZ, tepat di atas
99SpeedMart. Saya pun memantapkan diri sendiri. Gagang pintu saya buka, dan
kami naik ke atas dan disambut oleh resepsionis laki-laki dan seorang wanita.
Saya menelan ludah.
“Excuse
me, Sir. We have already booked a family room in here,”
saya mulai berkata dengan bahasa inggris yang seadanya karena gugup.
“Name?”
“Bimo
Rafandha.”
Sebenarnya saya lihat
nama saya memang sudah ada di buku yang ada di depannya, tapi masih saja saya
gugup.
“Oh,
ya.. ya.. Can I have your pasport?”
Saya lalu meminta
tolong Aan mengeluarkan paspor lalu menyerahkannya. Memang selama trip, kami
membagi tugas untuk urusan seperti uang, paspor, dan hal penting, Aan yang
megang karena saya orangnya ceroboh. :p
Ada hening yang
panjang. Ia lalu melihat layar komputernya.
“Mr.
Bimo...”
Jantung saya berdetak
kencang.
“May
I know, how you got Family Room with just 56 MYR?” tanyanya
heran.
Pertanyaan ini
sebenarnya sudah saya siapkan sebelum pergi. Untuk ukuran hostel, family room, breakfast, dua malam, kami
hanya dikenai 56 MYR atau IDR 180.000 (sebelumnya untuk orang tiga, tapi karena
yang berangkat orang dua, jadi kamar yang muat 4 orang itu jadi dipakai untuk
dua orang) itu termasuk sangat murah. Rate
hostel ini terakhir saya lihat berada di kisaran IDR 150.000 buat satu
malam per orang. Jadi dapat 56 MYR, itu terkesan ajaib mungkin bagi sebagian
orang.
Saya menghela napas. “I booked it..... last year.”
Yap, benar. Saya
mem-booking hostel itu dari tahun lalu melalui booking.com karena mendapat smart
deal sesaat setelah membeli tiket pesawat. Haha!
“Oh... Ya... ” Ia
tersenyum lalu menyerahkan paspor dan kunci. “There are four bedroom in that room but you can freely use. That room
is yours. Enjoy!”
BE—BERHASIL NIH?
HORRAY!
Kami pun mengikuti
wanita yang mengajak kami ke lantai dua. Sepanjang perjalanan, ternyata wanita
itu orang Indonesia yang bekerja di sana. Haha! Kamar kami terletak di sebelah
kanan paling ujung lorong. Sebenarnya, saya tahu bahwa kamar ini bukan family room karena sudah melihat
gambarnya di web, tapi, kami sama sekali nggak merasa kecewa. It’s really good place! Ada dua tempat
tidur bertingkat di sisi kanan kiri dengan masing-masing ada lampu dan tempat
charger. Belum lagi empat loker dan yang terpenting, we don’t share this room w/ anyone. Yippi!
Sudut tempat tidur saya. Keduanya punya saya. :p |
Setelah masuk ke dalam kamar, saya dan Aan mengeluarkan barang-barang kami dari tas karena kami pengin jalan-jalan langsung ke Batu Caves sesuai jadwal yang kubuat dan nggak mau berat tas yang kebanyakan isi baju itu bikin berat. Setelah menyusun, kami beristirahat sebentar. Menurut jadwal sih, kami harusnya makan siang, dan kami memang lapar. Di jadwalku, ada rumah makan wajib yang harus dikunjungi menurut tripadvisor. RM. Yusoof dan Zakhir yang dekat dengan hostel. Kami pun memutuskan ke sana.
Kami seharusnya
mencari SIM buat keperluan internet terlebih dahulu, tapi karena saat
berkunjung ke semacam minimarket dan konter kami nggak dapat kejelasan,
akhirnya kami memutuskan makan terlebih dahulu. Di sinilah drama selanjutnya
bermula.
“Jadi makan apa, An?”
Saya bertanya pada Aan.
“Menurut catatan apa,
Bim?” Ia balik bertanya.
Di catatan saya, yang
wajib dicoba nasi kandar meski saya nggak tahu apa itu nasi kandar. Kami pun melihat
menu yang tertera di sudut dinding. NASI KANDAR FRIED CHICKEN 5RM!
MURAH!
LIHAT MENUNYA! |
Kami pun memutuskan untuk makan makanan itu. Aan lalu bilang ke pegawainya.
“Mau nasi kandar fried chicken.”
Saya nggak terlalu
mendengar jelas apa yang ia bicarakan. Yang jelas, kami disuruh untuk ke salah
satu konter yang penuh makanan tersaji (mirip nasi padang). Kami pun berbicara
ke satu pegawai yang berdiri di sana.
“Nasi kandar...”
Dia mengangguk lalu
menyedokkan nasi ke piring. Lalu dengan cekatan, ia menyedokkan sendok ke
berbagai pilihan makanan di hadapannya sambil menatap kami. Kami sih mengangguk
saja. Setelah terakhir, kami bilang fried
chicken, ia mengambil ayam yang lumayan besar di sisi sebelah kanannya lalu
memotongnya. Setelah itu, ia serahkan ke Aan.
Masukkin aja terus, |
Karena posisinya saat
itu saya sedang memegang kamera, saya nggak tahu persis apa yang Aan dan pegaai
itu bicarakan. Hingga tiba giliran saya, saya bilang bahwa saya ingin makanan
yang sama dengan Aan. Dan mulailah ia cekatan mengambil semua yang sama persis.
Hingga terakhir ia bilang, “This?”
Saya bingung. Jadilah
saya mengangguk. Ia menyedokkan sepotong benda kuning ke piring saya lalu
menyerahkannya dengan senyum yang amat sangat lebar.
“Thank you.”
Saya pun duduk ke meja
yang sudah ada Aan dan melihat pesanannya. Benda kuning itu yang ternyata telur
tidak ada di piringnya.
“Nggak mesan ini?”
“Tadi kutolak,” kata
Aan.
Saya mulai merasa ada
hal yang janggal. Tapi, kami pun memakan dengan lahap.
Di tengah makan, kami
dihampiri pegawai lagi. Dengan catatan di tangannya, ia mulai mengorek-ngorek
sesuatu kemudian menyerahkannya.
21.60 RM.
Nasi Mahal :( |
Sebentar...
Kami kan cuma pesan Nasi Kandar dengan Ayam. Seharusnya 10 RM. KOK 21.60?
saya berkata dalam hati.
Setelah saya melihat
lebih jauh, ternyata, semua makanan yang ditawarkan oleh pegawai tadi ternyata
bayar! BAYAR! B A Y A R!
Saya dan Aan pun
merasa jadi orang bodoh. Ada rasa kesal, namun lucu. SIAL! Haha! Kami pun
menyelesaikan makan dengan menahan tawa.
Ini baru makan pertama
di Malaysia, habis ini mau ke Batu Caves dan KLCC. Apa kami bisa?
Tidak ada komentar
Posting Komentar