Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
tuk hapuskan semua sepi di hati
***
Ada banyak alasan sibuk
bagiku untuk tidak mengaktifkan ponsel malam ini. Entahlah, rasanya malam ini
aku hanya ingin sendiri. Sendiri dari hiruk pikuk kota yang ketika malam pun
tidak akan pernah mati. Aku memilih untuk menepi ke tempat dimana aku dapatkan
damai, tenang, dan tidak diganggu siapapun.
Tapi ternyata aku salah.
Nyatanya aku masih terus saja terganggu
olehmu. Kemanapun aku menjauh, nyatanya bayangmu selalu saja berdiri di
situ. Di tempat yang sama. Di dalam saraf-saraf otakku. Aku sampai bertanya-tanya,
terbuat dari apakah kamu sehingga aku tidak mampu menepikan segalanya
tentangmu? Makhluk Tuhan seperti apakah kamu sehingga aku tidak ingin kamu
hilang, bahkan barang sedetik saja lenyap dari pikiranku?
Entahlah, aku tidak tahu.
Dan aku tidak berusaha untuk tahu.
Aku mengambil tempat, berdiri di dalam
tepian jendela. Aku menongak ke atas langit yang berwarna abu-abu
kemerahan. Tidak
sengaja, aku melihat sesuatu yang terang di balik hitamnya langit malam ini.
Bulan purnama. Dan aku lihat wajahmu di bulan itu.
Dalam aku melihat bulan itu. Tidak
terasa, perlahan demi perlahan, sudut mataku berair. Sial, gerutuku. Mengapa semua yang aku lihat di sini selalu
mengingatkanku tentang dirimu? Harus seberapa besar lagi aku meletakkanmu di
tempat itu, tempat bernama masa lalu? Mengapa kamu selalu mencoba untuk kembali?
Aku memang menginginkanmu kembali,
sangat ingin.
Jika itu mungkin.
Tapi aku tidak ingin kamu kembali dengan bentuk yang
seperti ini. Bayang-bayang. Samar.
Air mataku semakin deras mengucur. Aku terduduk lemah di bawah
tepian jendela kamar tingkat 13, tempatku menginap sekarang. Aku rasakan remuk.
Dadaku sesak. Leherku tercekik oleh kenangan-kenangan yang kembali berputar di
otakku.
***
Ada cerita tentang aku dan dia
Dan kita bersama saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka, saat kita tertawa
***
Aku melihatmu datang ke tempat dudukku. Membawakanku sekuntum
mawar merah yang segar, bunga kesukaanku. Kamu duduk di hadapanku. Malam ini,
malam milik kita. Kita bersantap malam dengan ditemani cahaya lilin yang tidak
begitu terang. Ya, tidak seterang kobaran api cinta kita berdua. Saat itu juga,
kamu mengeluarkan kotak merah berbentuk hati. Aku sudah bisa
menebaknya, pikirku. Di dalamnya terdapat sepasang cincin bertahtakan
satu berlian mungil yang sangat cantik. Ditemani iringan lagu romantis, kamu..
melamarku. Tidak bisa aku bayangkan betapa bahagianya aku saat itu. Rasanya,
tidak ingin ku sudahi malam itu. Namun, waktu jua yang tega memakan kebersamaan
kita. Kamu mengantarku pulang dengan masih tertawa bahagia. Pun aku jua.
Kenangan itu menari-nari di hadapanku. Memutar kembali film masa lalu.
“Kali ini biar kamu yang
duluan pulang ya. Aku ingin ngeliat punggung kamu yang menjauh. Selama ini kan
aku terus.”
Dia menganggukkan kepala lalu
menyunggingkan senyum. Perlahan akhirnya dia menjuh. Ada rasa aneh yang berdesir
saat itu, rasa seperti aku tidak akan melihat senyumannya lagi. Perasaan
gelisah. Buru-buru aku menangkis semua praduga tersebut.
Dan dari jauh terdengar suara gemuruh.
Aku bergegas menuju kamar, berharap dia
cepat menelepon. Lama-lama aku tunggu, tak jua ponselku berdering. Mungkin
dia lelah lalu tertidur, pikirku. Dan aku pun terlelap penuh
kebahagiaan.
Keesokan harinya, hari
ini, sebuah pesan singkat masuk ke ponselku.
"Turut berduka cita ya, Nggi. Gak
nyangka Dito pergi secepat ini. Yang sabar ya."
Aku tidak mengerti apa maksud dari
pesan singkat itu. Aku pun langsung mencari tahu. Aku turun ke bawah, dan
mendapati ibuku tertunduk lesu dan menangis. Lalu, kata-kata yang ibu ucapkan
membuatku mual, "Nak, Dito sudah meninggal. Kecelakaan
tadi malam."
***
Teringat disaat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita
***
Dan tibalah aku di sini. Di sudut
kamar yang sepi. Jendela kamar yang sedari tadi terbuka meniupkan angin malam
yang seolah-olah menyenandungkan namamu. Membelai-belai rambutku dengan manja.
Aku berusaha bangkit. Berdiri tegak dengan topangan bingkai jendela yang
terbuka. Tapi aku terlalu rapuh.
Dan dengan cepat
Aku
Terjatuh
Mati..
(fin)
Terinspirasi (lagi) dari lagu : Semua Tentang Kita - Peterpan :D
Tidak ada komentar
Posting Komentar